Saya mencintai matematika sejak kecil. Bagi saya, matematika itu mengasyikkan dan menantang. Saya semakin jatuh cinta dengan matematika ketika kelas 2 SMA. Saat itu saya membaca buku fisika. Saya sudah tahu sebelumnya bahwa dalam fisika ada rumus 1/f = 1/s + 1/s’, rumus tentang cermin dan lensa. Saya telah menguasai rumus itu sejak SMP dan telah membuktikan rumus tersebut melalui eksperimen di lab SMP. Saya terkejut dan kagum ketika membaca buku fisika SMA kelas 2. Buku itu menjelaskan pembuktian rumus 1/f = 1/s + 1/s’ tanpa melalui eksperimen apa pun. Tetapi buku itu menjelaskan pembuktian rumus tersebut murni melalui matematika. Sebuah pembuktian yang sangat indah, saya sangat bergembira.
Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke jurusan matematika. Pilihan saya jatuh pada Jurusan Matematika ITB yang menurut saya jurusan matematika paling bergengsi di Indonesia. Saya membayangkan betapa indahnya belajar matematika tiap hari di perguruan tinggi paling hebat itu. Ah…apakah seindah itu kenyataannya?
Matematika membuat sebagian orang terpesona. Tetapi matematika membuat sebagian besar orang geleng kepala. Coba kita bertanya kepada para siswa sekolah tentang pelajaran apa yang paling membebani mereka. Kontan saja mereka – hampir 100% – akan menjawab serentak: matematika.
Jika ada seseorang yang menyukai matematika, kemudian dia mendapat nilai yang bagus dalam pelajaran matematika, seperti apakah karir masa depannya?
Banyak orang sukses ternyata bukan ahli matematika. Deretan orang-orang kaya di dunia pun sebagian besar bukan orang-orang yang mahir matematika. Di dalam negeri kita yang tercinta ini pun, sebagian besar pemimpinnya juga bukan orang pecinta matematika. Atau mari kita coba amati tetangga sekitar rumah kita. Pak Haji yang kaya raya itu bukan ahli matematika. Warga keturunan cina yang memiliki pertokoan besar itu juga bukan ahli matematika.
Kenyataan ini cukup merisaukan saya. Saya mencintai matematika tetapi karir masa depan? Saya bertanya kepada guru matematika SMA saya tentang hal ini. Beliau menjawab, “Kamu bisa menjadi guru matematika atau peneliti mungkin?” Sebuah karir yang tidak hebat, pikirku waktu itu.
Satu hal menghenyakkan saya. Dua orang anak muda mendirikan perusahaan yang nilainya lebih besar dari Indonesia. Maksudnya nilai kapitalisasi perusahaan itu mencapai lebih dari 100 bilyun dolar AS, yang mana nilai itu lebih besar dari nilai semua perusahaan Indonesia digabung jadi satu. Perusahaan itu memberikan produknya secara gratis ke masyarakat. Di saat yang sama perusahaan itu membukukan keuntungan yang besar dan sehat. Nama perusahaan itu adalah Google. Perusahaan search engine terbesar di dunia.
Yang menarik adalah dua anak muda itu, Lary Page dan Sergey Brin, sang pendiri Google adalah pecinta matematika. Mereka sejak kecil belajar dan mencintai matematika. Sampai sekarang, ketika mereka telah menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan sekitar 5 milyar dolar atau lebih, mereka tetap mencitai matematika. Bahkan sukses Google juga berkat kemahiran matematika Lary Page dengan merumuskan algoritma PageRank. Nama Google diambil dari istilah matematika yaitu googlo yang berarti bilangan sangat besar.
Jadi, mahir matematika juga memiliki prospek karir yang cemerlang. Itu yang saya suka! Mengapa kita perlu belajar matematika? Mari kita diskusikan.
Mengapa Belajar Matematika?
Banyak hal yang memperkuat argumen bahwa kita perlu belajar matematika. Beberapa di antaranya saya tuliskan berikut ini.
Pertama, agar mendapat nilai baik di sekolah. Hampir di semua jenjang pendidikan, matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dari SD sampai perguruan tinggi matematika selalu menjadi utama. Siswa yang mahir matematika memperoleh banyak keuntungan.
Kedua, agar lulus sekolah. Khususnya di negeri kita, untuk pendidikan menengah, lulus matematika adalah syarat wajib kelulusan sekolah.
Ketiga, menambah percaya diri. Anak yang menguasai matematika memiliki kecenderungan untuk lebih percaya diri.
Keempat, menjadi lebih cerdas. Belajar matematika mengajak kita untuk terus mengasah pikiran. Orang yang mahir matematika akan memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi.
Kelima, problem solving – pemecahan masalah. Matematika mengajak kita untuk memahami masalah dengan runut kemudian menemukan solusinya dengan tepat. Cabang matematika yang membahas problem solving kita kenal sebagai aljabar.
Charles C. Pinter dalam bukunya A Book of Abstract Algebra menyatakan, “explicitly defined algebra as the science of solving equations.” Charles Pinter merunut sejarah ini mulai dari awal perkembangan aljabar yaitu pada abad ke-9 dengan tokohnya Muhammad Alkhawaritzmi dan puncaknya Umar Khayyam.
Pada abad ke-16 di Eropa berkembang kompetisi aljabar. Pemenangnya akan memperoleh hadiah berupa uang yang cukup besar juga prestise. Aturan pertandingan aljabar ini biasanya, seorang peserta menulis 30 soal untuk dipecahkan lawannya. Siapa yang memecahkan soal lebih banyak dan lebih cepat dia pemenangya. Biasanya soal-soal yang mereka pertandingkan adalah polinom berderajat tiga.
Tetapi Aljabar Modern berbeda dengan aljabar sebelumnya – yang berfokus pada problem solving. Aljabar modern adalah … a coherent and unified body of knowledge which may studied systematically, starting from first principles and building up. Aljabar modern telah menjadi disiplin ilmu sendiri – cabang dari matematika. Aljabar menciptakan simbol-simbol sendiri dengan operasi-operasi yang didefinisikan sendiri. Aljabar modern juga sering dikenal sebagai Aljabar abstract. Coba kita cermati pernyataan berikut:
1 + 1 = 2
1 + 1 = 10
1 + 1 = 27
1 + 1 = 10100
Manakah di antara pernyataan di atas yang benar? Hanya 1 + 1 = 2 yang benar menurut aljabar lama. Tetapi menurut Aljabar Abstract semua pernyataan di atas dapat saja benar. Mengapa? 1 + 1 = 10 benar jika ini bilangan basis 2. Sedangkan 1 + 1 = 27 benar jika ini adalah bilangan orang sholat dan nilai pahalanya. Aljabar Abstract mengarahkan kita pada kreativitas.
1 + 1 = 2
1 + 1 = 10
1 + 1 = 27
1 + 1 = 10100
Manakah di antara pernyataan di atas yang benar? Hanya 1 + 1 = 2 yang benar menurut aljabar lama. Tetapi menurut Aljabar Abstract semua pernyataan di atas dapat saja benar. Mengapa? 1 + 1 = 10 benar jika ini bilangan basis 2. Sedangkan 1 + 1 = 27 benar jika ini adalah bilangan orang sholat dan nilai pahalanya. Aljabar Abstract mengarahkan kita pada kreativitas.
Keenam, menjadikan kita kreatif. Matematika mengajak kita untuk lebih kreatif terutama ketika belajar Aljabar Abstract. Saya sendiri mengembangkan Matematika Kreatif yang saya beri nama APIQ: Aritmetika Plus Inteligensi Quantum. APIQ terbukti mendorong siswa lebih menyukai matematika dan lebih kreatif mempelajari matematika.
Ketujuh, menjadi kaya. Lary Page dan Sergey Brin menjadi kaya karena kemahirannya dalam bidang matematika. Kemudian ia mendirika Google yang bernilai trilyunan rupiah.
Kedelapan, menjadi arif. Trachtenberg menghayati matematika sebagai jalan hidup. Ia meyakini bahwa matematika mengajarkan prinsip-prinsip keadilan, kebenaran, dan keharmonisan. Orang yang menghayati matematika mestinya akan menjadi orang yang arif karena prinsip-prinsip kearifan ada dalam prinsip matematika.
Kesembilan, dan lain-lain.
Jadi banyak alasan mengapa kita harus belajar matematika. Mari belajar matematika!
0 komentar:
Posting Komentar